PENDIDIKAN KARAKTER

PENDIDIKAN KARAKTER

Jika kita cermati, isu pendidikan karakter sebenarnya bukan isu baru dan bukan semata program nawacita, program andalan Presiden Joko Widodo. Pendidikan karakter merupakan produk konstitusi yang harus dijalankan oleh pemangku jabatan bangsa ini. Sebenarnya jika para pejabat negara dapat mengedepankan kepentingan rakyat bukan semata kepentingan proyek negara, saya yakin persoalan pendidikan karakter dapat diselesaikan meskipun tanpa gagasan full day school.

Dengan full day school, kurangnya perhatian orang tua terhadap anak diharapkan akan mendapatkan pengganti dari perhatian guru. Anak juga mendapat aktivitas lebih terkontrol melalui beragam kegiatan di sekolah. Di sisi lain, gagasan full day school itu bisa jadi ahistoris. Karena sesungguhnya pendidikan karakter sudah bergaung sejak 2003 ketika UU Sisdiknas No. 20 diundangkan. 

Dalam UU itu dijelaskan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk membentuk peserta didik agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Kalau kita cermati pada UU tersebut kekuatan spiritual keagamaan menjadi prioritas pertama tujuan pendidikan di Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa pendidikan karakter dengan definisi adanya hubungan yang baik secara vertikal (ketuhanan) maupun secara horizontal (hubungan sesama). Dengan amanah UU ini sebenarnya para menteri terdahulu sudah menjalankan yang namanya pendidikan karakter dengan berbagai bentuknya. Program nawacita Pak Jokowi dalam poin karakter ini sudah ada pada UU Sisdiknas tersebut.

Esensi Pendidikan Nasional
Muara pendidikan adalah pada bagaimana memanusiakan manusia dalam artian menjadikan manusia berketuhanan sekaligus menjadikan manusia dapat hidup layak di dunia. Dari sini sebenarnya ada dua hal yang harus digerakkan oleh pemerintah untuk membentuk manusia utuh ini, peran ketuhanan dan peran keduniaan. Peran ini menurut hemat penulis tidak harus diperankan langsung oleh pemerintah tetapi melalui regulasi, good example dari pemerintah harus dilakukan termasuk kesalahan-kesalahan praktik pemerintah dalam menjalankan pendidikan ini. 

Berikut penulis uraikan alternatif solusi persoalan pendidikan ini dengan mengacu pada esensi pendidikan tersebut dan dalam rangka  menjawab program nawacita Presiden Joko Widodo.

Pertama, jika memang pemerintah pusat serius menangani persoalan karakter bangsa ini maka sistem ujian nasional harus dihapus dan menguatkan peran pemerintah daerah dalam menjaga kualitas pendidikan Indonesia. Cukuplah pemerintah pusat memberikan regulasi yang jelas kepada sekolah agar standar pendidikan tetap terjaga. Dengan demikian maka kreativitas dan inovasi akan muncul dari pemerintah daerah dan sekolah.
Kedua, pemerintah perlu mendorong sekolah mengoptimalisasi jargon karakter di sekolahnya masing-masing. Jargon tersebut harus membumi, artinya seluruh warga sekolah secara sadar memahami dan menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari baik di sekolah maupun di luar sekolah. Sehingga jargon itu menjadi nuansa kehidupan sekolah. 


Sebenarnya hal jargon ini bukanlah sesuatu yang baru, sudah ada sekolah dan daerah yang menggunakan jargon. Semisal jargon sekolah BERIMAN (bersih, indah, mandiri), Otak Amerika Hati Serambi Mekkah, dari Sini untuk Indonesia dan Peradaban Dunia, Siapa yang Bersungguh-sungguh Akan Tercapai Usahanya, Senyum Salam Sapa, dan lain sebagainya. Hanya saja tidak banyak yang sudah menerapkan jargon itu dalam kehidupan sehari-hari dengan baik.

Ketiga, penguatan sosok tokoh panutan di setiap sekolah untuk memberikan contoh nyata kepada peserta didik. Tokoh panutan biasa menjadi ikon sebuah sekolah. Dulu pendidikan pesantren, misalnya, seorang kiyai bisa menjadi ikon karena kealimannya, ketokohanya. Tokoh sekolah ini harus mampu membawa ritme siswa sehingga terbentuk sebuah karakter yang diinginkan. Tokoh ini bisa jadi dari kepala sekolah atau dari guru senior yang mempunyai kredibilitas tinggi baik di sekolah maupun di masyarakat. Sehingga saat orang tua memilih sekolah untuk anaknya tidak berdasarkan gengsi, melainkan karena ada sosok guru yang dapat dipercaya untuk mendidik.

Keempat, dekatkan anak dengan tempat peribadatan. Hal ini harus disinergikan dengan pemerintah terkecil, RT/RW misalnya. Harus ada sebuah sistem yang holistik untuk mengarahkan anak-anak kita dekat dengan tempat peribadatan. Tempat ibadah adalah sarana pembentukan karakter yang luar biasa. Transformasi nilai dari para sesepuh atau tokoh masyarakat akan mudah ditularkan dari tempat ibadah. Jadi Pak Menteri tidak perlu repot-repot mengundang, misalnya, para ustdaz ke sekolah.

Kelima, pembiasaan makan bersama di keluarga. Mungkin ini hal sederhana tapi ada cinta yang besar jika ini bisa dilakukan. Anies Baswedan telah sukses menghimbau masyarakat untuk mengantar putra-putrinya di hari pertama sekolah. Menurut informasi tanggal 18 Juli 2016 kemarin ada sekitar 30 juta orang tua mengantar putra-putrinya ke sekolah. Nah, Menteri Muhadjir bisa melakukan hal yang sama positifnya dengan menghimbau para orang tua makan bersama anak-anak mereka untuk menciptakan hubungan harmonis dalam keluarga. 

Akhirnya, persoalan karakter adalah persoalan bersama bangsa. Baik buruknya masa depan bangsa ini ditentukan oleh baik buruknya generasi saat ini. Jika pemerintah dapat menciptakan regulasi bermutu dan masyarakat merespon serta menjalankan dengan baik, maka tidak mustahil Indonesia bakal lebih optimis menjawab tantangan masa depan.

Tentang Penulis:
Penulis yang memiliki nama lengkap Adi Singgih Nugraha,S.Pd.,Gr. Adalah Salah satu Guru di SD Santo Thomas Ciledug, tepatnya Guru mata pelajaran TIK, SBdP dan Mulok Bahasa Daerah. Sapaan papap yang terdengar familiar dikalangan muridnya ini, ternyata pernah mengajar di pelosok nun jauh disana dalam tajuk SM-3T (Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Terluar, dan tertinggal). Sampai saat ini moto hidupnya dalam mendidik adalah MAJU BERSAMA MENCERDASKAN INDONESIA.

Komentar

Postingan populer dari blog ini